Mahasiswa Tingkat akhir merupakan mahasiswa dimana
dengan keadaaan produktifitas masuk kelas yang sangat kecil. Bagai mana tidak,
dalam seminggu kami hanya masuk empat kali meskipun itu dalam empat hari yang
tiap harinya hanya bisa bertemu dengan satu dosen. Mungkin hal ini juga yang
membuat kami memikirkan hal-hal aneh yang bisa membuat bukan hanya membuat
hari-hari “libur” itu gak sia-sia namun juga dompet yang akan menebal dengan
sendirinya.
Sekitar dua setengah jam kami harus berkutat dengan
akuntansi hari ini. Terlihat juga banyak anak kelas yang kantung matanya
memiliki kantung mata. Yah mau bagaimana lagi ternyata jadwal Liga Champions
yang ada tidak sejalan dengan jadwal kuliah jam delapan pagi. Pulang sepertinya
menjadi kata yang bisa membuat kami semua seperti bebas. Bebas untuk menaruh
seluruh bagian tubuh ke sebuah benda empuk nyaman yang bernama kasur. Aku,
Frisa, Akha dan Ryan berjalan pulang dari Gedung Kuliah yang letaknya paling
jauh di kampus kami. Terlihat dari kejauhan Geza, Martha, Sutan, Fachol dan
Mute’ sedang berkumpul yang membuat jalan utama ke kampus yang sempitnya minta
ampun itu terhalang tubuh2 mereka yang berkerumun menjadi satu.
“Eh ada apa??” tanya si Frisa. Terlihat mereka
memandang dengan serius sebuah lembaran kertas merah muda yang bertuliskan “
Bimbel” dan yang dibawahnya bertuliskan “ Dibutuhkan Pengajar”.
“Waduh aku kalo
ngajar gak mau aku” seru si fachol.
“Nah ini aja lu Chol, noh bagus itu” jawab si Ryan
sambil menunjukkan sebuah lembaran kertas lainnya yang ada tepat diatas
lembaran merah muda itu. Tertulis bahwa dibutuhkan karyawan penjaga toko di
salah satu mall di dekat kampus kami. Seketika itu kami semua tertawa sambil
tak sadar orang2 menunggu kami enyah dari tempat itu karena menghalangi jalan
mereka. Akhirnya kami memutuskan untuk makan siang di salah satu warteg.
“ eh, itu ambil lembarannya satu” seru Ryan sembari
kami melangkahkan kaki awal menuju warteg
“oh iya biar kita gak ada saingannya ntar, haha” jawab
si martha yang membuat kami tertawa mendengarnya.
---
Terlihat Sutan sudah selesai dengan makannya sedangkan
anak2 masih asik dengan piring mereka sendiri-sendiri sembari menceritakan
bisnis-bisnis konyol yang mereka rencanakan untuk masa depan nantinya. Dari berternak
lele hingga investasi jangka panjang ke sebuah pertambakan.
“eh gini aja, kita jualan telor aja, nah kan itu pagi2
banyak ibuk2 yang gak mau repot2 masak banyak yang akhirnya nanti bakalan
nyeplok telor mata sapi juga” celetuk si sutan dengan suara medok medannya
sembari menerangkan lebih jauh tentang target bisnis dadakannya itu. Semua tertawa
mendengarnya. Entahlan kenapa ide gila itu muncul. Kami pun akhirnya larut ke dalam
pemikiran bisnis telor itu. Dengan membeli dari bandar besar dan menjualnya
setelah sholat subuh dengan berkeliling ke setiap gang yang ada di perumahan
dekat kampus kami dengan target pasar ibu-ibu komplek yang malas keluar untuk
menyiapkan sarapan suami dan anaknya. Sekilas terdengar gila namun mungkin ini
bisa menjadi kesempatan bisnis yang menguntungkan nantinya dengan adanya watak
ibu-ibu yang malas untuk keluar apalagi ketika warung berada jauh dari
jangkauan rumahnya. Anak-anak seketika terlihat antusias dengan usaha itu dan
mungkin hanya kami yang berpikiran
bisnis aneh seperti itu.
Sejenak aku berfikir bahwa dengan adanya kesempatan
dalam waktu luang dan keinginan untuk membuat dompet tebal dengan tujuan yang
mungkin hanya untuk modal jalan-jalan ide gila seperti itu mungkin bakalan
muncul dengan sendirinya. Sekarang mungkin kami menunggu apakah ide gila itu
dapat di realisasikan dengan bentuk “konsorsium” yang kami buat ini. Hanya tinggal kemauan dan rasa
menghadapi malu mungkin yang harus kita siapkan secara matang-matang. Modal??
Telur itu benda bulat enak yang berharga relatif bisa ditampung oleh uang
simpanan kami tinggal melihat fluktuasi harga telur perbutir saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar